Senin, 03 Oktober 2011

MERAMU HIDUP DENGAN PERJALANAN


SEMUANYA berkumpul di terminal Garuda Indonesia, Bandar Udara Soekarno Hatta jam 1 siang sebelum keberangkatan Ke Damaskus yang akan transit di Doha. Di Damaskus ada sejumlah tempat eksotik yang sayang tak dikunjungi antara lain: ke Gunung Qosiyun, Tikyi Sulaimani, ziarah makam ke sahabat Bilal bin Ar-Rabah dan para Syuhada Karbala, Masjid Umawi (makam nabi Yahya dan Menara Isa yang dipercaya tempat turunnya nabi Isa pada akhir zaman), makam Salahuddin Al_Ayobi (pejuang membebaskan Baitul Maqdis dari tentara salib), kincir air tertua di dunia di tebing sungai Orontes, Crac Des Chevalier Castle.

Kemudian perjalanan dilanjutkan. Rombongan kami tiba di Jeddah melalui King Abdul Azis Airport. Dari Jeddah kami langsung diboyong  ke Madinah Al-Munawarrah dengan jarak tempuh 390 km dalam waktu 6 jam. Aku dan yang lain menginap di Rawdah Luxurious Hotel, tidak jauh dari pelatar Masjid Nabawi. Hari pertamaku di Madinah ziarah dalam ke Raudhoh (tempat mustajab). Banyak orang keliru dengan tempat ini karena Raudhoh tidak luas, cirinya karpet warna hijau dan putih dan bermihrab dalam masjid. Konon yang melaksanakan sholat 2 rakaat lalu berdoa di sini. Semua permintaan kita akan dikabulkan Allah. Di sini, aku berdo’a pada Allah untuk mengampuni dosa-dosaku, memberiku petunjuk dalam sisa umurku di dunia. Sholat di tempat ini sangat berjejal, semua umat Nabi Muhammad yang ke Madinah bertujuan utama untuk sholat di sini. Semua dibagi menjadi beberapa ras oleh laskar-laskar perempuan. Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Singapura masuk ke dalam ras Melayu. Yang akan dapat giliran terakhir, giliran jam 10 pagi waktu setempat. Sebab bila kita tak seras, atau kita mengikuti ras lain seperti orang-orang Pakistan, Mesir, atau Bangladesh kita akan terjepit oleh tubuh mereka yang tinggi dan besar. Setelah beberapa kali sholat dan berdo’a akupun keluar Raudhoh. Tapi tidak keluar Masjid, aku sholat sunat lagi. Pada rakaat kedua aku merasa seluruh permukaan kulitku seperti teriris, luka. Seusai salam, aku periksa ternyata tak terjadi apa-apa di kulitku. Lalu aku teringat, doa ketika di Raudhoh. Mungkin Allah menghapuskan dosa-dosaku itu, namun rasanya tak terelakan perihnya. Hingga dua jam aku iktikaf dan perih itu masih terasa membaluri pori-pori.
Di dalam masjid Nabawi sendiri ada makam Rasulullah SAW dan dua sahabat beliau Abu Bakar dan Umar R.A, selain itu ada juga mahtabnya Fatimah. Bilik tua dengan warna abu-abu yang setiap dindingnya dihiasi ventilasi kecil persegi enam. Aku duduk persis di belakang mahtab Fatimah tersebut. Kini yang menghuninya adalah burung-burung dara yang warnanya beragam dengan bulu lembut dan ukuran mereka besar-besar. Pemanduku cerita, bahwa di komplek mahtab ini dulu Nabi Muhammad hanya sendiri, kala itu belum ada bangunan apapun, tak semegah ini. Di padang kerontang itu, Nabi hanya ditemani sebatang pohon kurma yang tak kalah kerontangnya. Pohon kurma itu menangis, keinginannya tak lain hanyalah menemani Nabi Muhammad. Oleh kesetiaannya itu, nabi menamainya Azwa. 
Setiap usai sholat maghrib, sejumlah ustadzah melakukan pengajian di dalam masjid sembari menunggu waktu Isya. Ada satu hal yang bisa kuresapi, ketika seorang dari mereka di pojok kanan mengurai sebuah hadits Nabi Muhammad. Yang isinya bahwasanya Nabi Muhammad melarang umatnya untuk meminta pekerjaan, menjilat untuk memperoleh kedudukan dalam karier, atau memperoleh pekerjaan karena faktor koneksi atau kenalan atau keluarga, apalagi bekerja yang diawali menyogok seseorang/lembaga. Bagi yang mendapatkan pekerjaan dengan cara demikian, kata Nabi Muhammad; “Sesungguhnya mereka itu tidak lebih hina dari anjing.” Masya allah. Sekejab aku teringat kebiasaan orang-orang di negaraku, kebiasaan yang mendarah daging bagi sejumlah kalagan di Indonesia.     
Hari-hari berikutnya aku berziarah ke tempat-tempat yang bersejarah; Masjid Qiblatain (Masjid dua kiblat), kala itu Nabi Muhammad shalat Ashar yang arahnya ke Baitul Maqdis ke Palestina pada rakaat pertama dan kedua, Nabi Muhammad berdo’a agar umat Islam tidak lagi sholat mengarah sana maka dengan kekuasaan Allah di rakaat ketiga dan keempat Nabi shalat sudah mengarah ke Mekkah ke Baitullah, Masjid Quba (Masjid pertama yang didirikan oleh Nabi Muhammad SAW) bila kita sholat tahyatul masjid dan sholat sunat lagi dua rakaat pahalanya sama dengan kita menunaikan ibadah umroh, Jabal Uhud (Makam para Syuhada Perang Uhud, antara lain Sayyidina Hamzah bin Abdul Muthalib yakni paman Rasulullah dalam perang tersebut ada 70 sahabat  yang juga gugur), Sab’ah Masjid di Khandaq (merupakan gardu penjagaan waktu mempertahankan kota Madinah), lalu ke Kebun Kurma (ada teh kurma yang airnya berasal dari air palestina/ zero point atau bersatunya sub polar dan nonpolar), Jabal Magnit (mobil bisa berjalan dengan sendirinya tanpa mesin) dan Percetakan Al-Quran.
Di Madinah, aku merasa suhunya luar biasa panasnya. Wajah kita seperti dipangang di oven. Aku tanya berapa derajat panasnya, seorang memberitahuku 540, bahkan diantara kami ada yang seluruh kakinya melepuh terluka karena kepanasan. Dalam panas itu, aku melihat sejumlah orang Arab duduk di tengah jalan tanpa beralaskan tikar atau semacamnya. Beberapa keluarga kulit hitam duduk melingkar menghadapi lempengan roti yang sangat besar. Aku takjub. Di sini semua orang flu dan batuk, tak terkecuali. Termasuk aku.
Hari terakhir di Madinah rombongan bus kami menuju Biir Ali melakukan niat Umroh (Miqat) lalu sholat dua sunat rakaat dan melanjutkan perjalanan ke Mekkah. Sambil membaca isti’lam aku merenung. Aku tidak pernah bermimpi ataupun membayangkan kalau puasa ramadhan tahun ini akan kulalui di luar daerah. Hanya saja setiap mendengarkan cerita orang ke Baitullah, hatiku menangis. Ingin rasanya menikmati perjalanan bathin di rumah Allah itu.
Saudi Arabia terdiri dari 13 provinsi: Bahah, Hududusy Syamaliyah, Jauf, Madinah, Qasim, Riyadh, Syarkiyah, Arab Saudi (Provinsi Timur), ‘Asir, Ha’il, Jizan, Makkah, Najran dan Tabuk. Merdeka pada 23 september 1932, Andul Azis as-Sa’ud – dikenal juga dengan sebutan Ibnu Sa’ud memproklamasikan berdirinya kerajaan Saudi Arabia(al-Mamlakah al’-Arabiyah as-Su’udiyah). Jeddah adalah kota pelabuhan utama (pelabuhan laut maupun pelabuan darat) didirikan oleh Sayyidina Utsman bi Affan. Jeddah terletak di Provinsi Mekah. Kota terbesar kedua di Negara Arab Saudi selain Riyadh.
Di Makkah kami menginap di Rawabi Al-Taj. Dari namanya aku yakin pemiliknya pasti orang India. Hotel ini persis di belakang Grand Zamzam yang berhadapan langsung pintu dengan Masjidil Haram, pintu 1 King Malik Abdul Aziz. Dan benar saja dugaanku, tidak seperti di Hotel Rawdah di Madinah yang dihuni beragam suku bangsa. Di hotel ini, sebagian besar di huni orang India dan Srilangka. Ukuran kamarnyapun tak seperti seluas di Madinah. Di sini kamar kami tak dilengkapi dapur dan ruang tamu. Hanya kamar dan kamar mandi. Beruntung menu makannya ala Banjar semua. Hal ini yang menjadi kecemburuan rekan kami yang tinggal di Hotel Hilton, setiap kali disuguhi masakan ala Eropa. Tak pas dilidahnya. Di Makkah, panasnya tak jauh beda dengan Kota Palu. Sehingga sejumlah aktivitas yang kulakukan tak terpengaruh oleh cuaca hari. 
Selanjutnya ke Masjidil Haram untuk melakukan Umroh; Thawaf, Sa’I, ditutup Tahalul. Pertama kali masuk ke Masjidil Haram lewat pintu 1, hatiku bergetar bercampur haru. Aku lihat jutaan manusia memenuhi masjid juga Ka’bah. Setelah berniat thawaf dan keliling 7 putaran, aku sholat dua rakaat di belakang makam Nabi Ibrahim. Usai sholat aku mengangkat kedua tanganku yang dialiri airmataku sendiri. Inilah tanah haram yang berarti haram api neraka menjilatnya. Betapa beruntungnya orang meninggal dunia di sini. Aku membathin.  Betapa meruginya orang yang mempunyai kemampuan materi namun tidak tergerak hatinya pergi ke rumah Allah. Namun begitulah, Allah akan memilih dan memanggil siapa-siapa yang menjadi tamu rumahNya itu. Termasuk aku, yang hingga kini tak memiliki rumah. Aku hanyalah orang kost-kostan yang tinggal dihunian ukuran 6 X 12 meter, itupun sudah termasuk ruang tamu, kamar, dapur, dan kamar mandi. Aku menyebutnya rumah burung, karena mungil. Dan aku termasuk beruntung.  
Allah menurunkan 120 rahmat melalui Ka’bah. 60 rahmat bagi mereka yang melaksanakan thawaf, 40 rahmat bagi mereka yang melaksanakan sholat, dan 20 rahmat bagi yang melihat ka’bah. Dan sesungguhnya sholat di Masjid Nabawi 1000 kali lipat bila kita melakukan sholat di tempat lain di penjuru dunia dan 100.000 kali lipat bila kita sholat di Masjidil Haram. Subhanallah. Dan barangsiapa yang melakukan umroh di bulan ramadhan pahalanya sama dengan menunaikan haji. Hari-hari berikutnya selain melakukan umroh-umroh. Aku juga melakukan thawaf sunat. Setelah sholat zuhur, tepat jam 1 siang. Aku thawaf sunat. Aku suka thawaf ba’da zuhur karena lebih sedikit orang yang mengelilingi ka’bah ketimbang waktu-waktu lain. Mungkin disebabkan bulan puasa dan matahari yang sangat terik, sedang kita diharamkan menutup kepala dan wajah. Seperti biasa aku sholat sunat setelah 7 kali keliling ka’bah di belakang makam Ibrahim. Kali ini, aku pelan-pelan masuk kembali ke putaran orang-orang thawaf. Tanpa susah payah, aku dengan mudah masuk di Hijr Ismail. Tempat setengah lingkaran di sisi kanan setelah pintu Ka’bah. Aku sholat sunat dua rakaat sebanyak-banyaknya. Setelah itu aku menghampiri dinding Ka’bah, tepat di bawah pancuran emas. Aku kembali memanjat do’a. Mataku tak mampu membendung sedih, haru dan bahagiaku mencium dinding Ka’bah yang beraroma wangi Hajar Aswad itu. Sebab tak semua orang mampu dan bisa tepat berdo’a di bawah pancuran emas. Usai itu, aku melanjutkan ke Rukun Yamani, kembali kali ini aku bisa tanpa terhimpit orang-orang yang juga ingin mencium batu tersebut.    
Yang menarik adalah ketika orang-orang berjuang keras untuk bisa mencium Hajar Aswad. Bahkan sebagian ada yang berkelahi dan menggunakan jasa orang lain untuk mengangkat seseorang mencium, menembus orang-orang lain yang juga berkeinginan yang sama; mengecup Hajar Aswad. Jasa itu biasa disebut Ojek, orang-orang yang ingin mencium batu Hajar Aswad dibopong oleh beberapa laki-laki dan membayar sejumlah riyal, minimal 100 riyal. Bagiku ini sebuah rekayasa karena dibantu dengan menggunakan joki. Selain itu, joki-joki yang membopong itu akan menerobos orang-orang yang antri mencium batu Hajar Aswad bahkan tak jarang mereka mendorong orang lain hingga terjatuh. Bagiku ini tindakan haram. aku kembali duduk memperhatikan semuanya. Aku baru sadar dan tahu kalau kompas yang selama ini kupakai sebagai petunjuk arah angin itu berpusat di Ka’bah. Manakala aku berada di kiri Ka’bah, petunjuk kompas mengarah ke barat. Begitu juga sebaliknya, Subhanallah. Seseorang mengingatkan aku bila tak ada lagi orang melakukan thawaf lagi maka kiamat akan datang.   
 Di Makkah aku juga berziarah ke beberapa tempat: Jabal Nur yakni tempat Nabi Muhammad menerima wahyu pertama, di dalamnya ada gua (gua hira) seukuran Nabi Muhammad shalat, dan di dalamnya lagi ada lubang yang jika ditengok mengarah ke Ka’bah, Jabal Tsur (Tsur artinya kepala sapi/banteng) adalah tempat nabi Muhammad dan Abu Bakar bersembunyi dari kejaran kaum Musyrik Quraisy, Masjid Namirah (Singa Betina) yakni sebuah masjid di kawasan Arafah yang menjadi tempat Rasulullah berkemah, Nabi memberi nama Namirah karena waktu itu di padang tandus Arafah hanya dihuni oleh seorang Nenek tua. Beliau takjub akan kemampuan Nenek renta tersebut lalu mendirikan masjid yang diberi nama Namirah oleh Nabi.  Jabal Rahmah, tempat pertemuan Nabi Adam AS dan Siti Hawa selama 200 tahun, Mudzalifah; tempat mengambil kerikil dan niat bermalam (mabit) pada waktu musim haji, Mina: Tempat melempar Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah. Ke Masjid Jin, Ma’la (makam istri Nabi Muhammad, Siti Khadijah), Masjid Abu Hurairah, Masjid Hudaybiyah (tempat Nabi Muhammad menandatangani perjanjian damai, perjanjian Hudaybiyah), Peternakan Unta, Kiswah Ka’bah/Museum Dua Tempat Suci.
Menjelang waktu kepulangan, kami diberi kesempatan untuk Thawaf Wada. Seperti do’a-do’aku yang sebelumnya aku berharap Allah memanggilku lagi sebagai tamuNya. Semoga allah mengabulkan do’a-do’aku, menerima ibadahku selama di tanah haram.
Lalu perjalanan kami dilanjutkan ke Jeddah, tanah halal. Jeddah yang dalam bahasa arab artinya Nenek, yang berarti Kota Tua di Saudi Arabia. Di Jeddah aku hanya semalam menginap di Royal Ansr Hotel, di daerah pasar tradisional. Aku juga ke Al-Balad, Laut Merah, Makam Siti Hawa, Masjid Terapung. Ada yang menarik di sini, sebelum ke Laut Merah. Bus yang membawaku melintasi ke sejumlah tempat-tempat asing bagi penglihatanku. Salah satunya dua gelas yang dipakai Adam dan Hawa pada massanya. Ukuran dua gelas itu lebih besar daripada drum air di Indonesia, yang diletakkan di tepi pantai dan bergelantungan. Warnanya merah dan hijau, yang dimasing-masing kanannya terdapat gagang berhiaskan pernak-pernik keemasan di setiap sisinya. Dan di seberangnya aku melihat sehampar batu-batu besar, tempat istirahat. Semacam kursi dan meja. Dan setiap satu kursi bisa diduduki beberapa orang. Aku teringat patung-patung peninggalan zaman Megalitikum di lembah Behoa, dan lembah-lembah lainnya di Sulawesi Tengah. Dari tekstur keduanya memiliki kesamaan. Pemanduku cerita, dahulu sekali sebelum Adam dan Hawa bertemu ratusan tahun. Adam keliling dunia mencari Siti Hawa, kala itu tingginya Adam 90 hasta yang setiap hasta sama dengan 0,5 meter. Dan ini berarti tinggi Adam 45 meter. Setelah 200 tahun Adam yang berada di Hindia akhirnya menemukan Hawa yang berada di Jeddah. Lalu keduanya saling mengejar dan bertemu di Jabal Rahmah. Romantika yang berliku, bukan? Masih banyak lagi pernak-pernik keintiman religiusitas yang aku rasa di Arab Saudi, khususnya sentuhan bathin ketika memandang rumah Allah. Alhamdullilah, betapa nikmatnya. Tak mampu aku dustakan. Suatu nanti, aku akan kemari lagi. Janjiku dalam hati.
Dari Jeddah menuju Istanbul, kota pintu gerbang Eropa. Mengunjungi Topkapi Palace, istana yang melambangkan kebesaran kesultanan Ottoman, Selanjutnya ke St.Sophia Museum yang di dalamnya kit dapat menyaksikan sejumlah pedang peninggalan para khalifah. Blue Mosque, yaitu masjid Sembilan menara yang melambangkan kota Istanbul. Tugu obelisk, Masjid Sulaiman dan Grand Bazar. Kemudian menyebrangi selat Bosphorus di sepanjang pantai Asia dan Eropa megunjungi Istana Dalmabache, menyebrangi Jembatan Gantung yang memisahkan benua Asia dan Eropa dengan melewati bukit Camlica yakni bukit tertinggi di Istanbul. Hari terkhir ke City Walk menikmati keindahan kota Istanbul yang merupakan ibukota Turkey bisa shopping di pusat pertokoan Taksim. Di sini menjual semua assesoris Timur dan Barat yang kadang bersimpangan. Selebihnya keindahan dalam meramu perjalanan hidup yang luar biasa!*



Hudan Nur, 2011      
TERIMA KASIH ANDA TELAH MENGAPRESIASI CERPEN SAYA SEMOGA JUMPA LAGI